Nama : Chahaya Chinta Chinari Chasih
Tidak terasa kita sudah berada dibulan suci ramadhan.
Terkenang masa-masa kecil dulu tinggal di desa.
Rumah nenek di ujung desa yang berdampingan dengan hutan kecil sebagai hulu sumber air dan di bagian bawah tempat pengisian air minum kereta uap "Si Gombar".
Karena itu disebutlah tempat itu dengan "Panginuman"
Karena rumahku juga dekat dengan setasiun kereta api dan pasar, masa-masa menunggu maghrib atau ngabuburit sering dilakukan di dua tempat ini sambil dadagangan (dagang-dagangan) menggunakan nampan kecil, dagangannya berupa permen, kerupuk, noga, koya,... yaaa bisa dibayangkan seputar makanan jadul lah.
Usiaku dengan tanteuku beda sedikit sehingga kami jadi seperti kakak beradik yang sering akrab, sering juga bertengkarnya, itu biasa, jadi saat dadagangan dan beli bahan-bahan untuk jualan juga bareng-bareng, kami pergi belanja dengan sembunyi-sembunyi karena pergi ke pasar yang letaknya jauh untuk mencari harga murah dengan naik kereta api dari setasiun dekat rumah ke setasiun di dua kecamatan sebelah. Kalau tidak sembunyi-sembunyi pasti dimarahi orangtua karena mereka pasti khawatir. Meski telah ada pengalaman tanteu diculik, kami tidak pernah ada kata takut. Kami juga sering dimarahin karena dadagangan ini, nenek bilang"buat apa dadagangan malah banyak bahayanya, untungnya mah tak seberapa, memangnya dengan kalian dagang seperti ini, bisa cukup buat kalian makan, mending juga bantuin emak?". Hahaha...kalau teringat hal itu, bisa dibayangkan bagaimana cemas dan khawatirnya orang tua saat tahu anak-anaknya bermain jauh dan berada di tempat hilir mudik orang yang asing.
Setiap menjelang ramadhan emak-emak sudah mulai pada sibuk di dapur menyediakan nasi dan lauk rantangan untuk dikirim ke tetangga-tetangga sebelah. Lucunya tak jarang makanan itu berputar-putar di antara kita sendiri karena masing-masing keluarga sama-sama berkirim makanan rantangan.
Malam harinya setelah berbuka dan sholat maghrib, kami izin ke orangtua untuk shalat tarawih, tetapi kenyataannya kami pergi ke depan pasar, pinggur jalan raya untuk mencari makanan khas ramadhan di pedesaan; ada rujak cuka, bakso aci, jiwel, es campur dan lain-lain. Jadi waktu itu, kami tidak mengimpulkan makanan di siang hari, tapi mengumpulkan uang untuk jajan setelah maghrib.... hahahaha.
Sebetulnya makanan di rumah cukup banyak, bahkan bisa dibilang melimpah, ya yang namanya anak-anak, apalagi dalam masa pertumbuhan, tidak jarang diantara kami terlalu kekenyangan.
Komentar
Posting Komentar